Carut-Marut Konstitusi di Negara Indonesia

Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution dapat dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the the operation of an organization”. Organisasi yang dimaksud terbagi dalam beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang dikenal tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar di kedua negara ini tidak pernah dibuat, tetapi tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan. Namun para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Untuk tujuan menjaga pemerintahan itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara (supreme law of the land) merupakan fondasi dasar dari sistem ketatanegaraan suatu bangsa. Antara satu negara dengan negara lain tentunya mempunyai Konstitusi dengan ciri dan karakteristik berbeda-beda yang dapat mempengaruhi terbentuknya konsep negara. Dalam kaitannya dengan kebebasan beragama, maka kita seringkali mendengar pembedaan antara konsep negara agama, negara sekuler, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Kewajiban dan wewenang MK adalah wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Kini bangsa Indonesia, disadari atau tidak, telah memulai babak baru dalam hal praktik memperjuangkan hak-hak dasar (basic rights) dalam lingkup kebebasan beragama (freedom of religion). Hak-hak dasar ini telah diatur secara tegas dalam Pasal 28 B Ayat (1), Pasal 28 I Ayat (1), dan Pasal 29 UUD 1945 yang sejalan pula dengan instrumen HAM Internasional, khususnya Pasal 18 UDHR dan Pasal 18 ICCPR.
Selama ini, persoalan mendasar yang erat kaitannya dengan hak kebebasan beragama tidak pernah sekalipun memasuki ranah pengujian konstitusionalitas. Dimulai dari putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-V/2007 yang membuka pintu gerbang dimulainya aktivitas konstitusional (constitutional activism) terhadap permohonan perlindungan kebebasan menjalankan praktik keagamaan sebagai fundamental rights setiap warga negara Indonesia.
Sayangnya dizaman ini sepertinya konstitusi yang diimpikan semakin jauh dari pandangan kita, hukum di Indonesia terlihat seperti diperdagangkan. Yang beruang dapat membeli hukum. Jadi adanya kata “KUHP” bukanlah arti yang sesungguhnya melainkan “Kasih Uang Habis Perkara” dan hal itu memang menjadi kenyataan di negeri ini. Peradilan dipermainkan dan hukuman diperjual belikan. Ada yang mengatakan bahwa ha tersebut dikarenakan oleh UU yang berlaku, seharusnya konstitusi dapat meratakan keadilan yang ada di tanah air ini. Carut-marut peradilan dan hukum di indoseia sepertinya semakin lama semakin mengenaskan, bagaiman tidak pencuri ayam dihukum sampai sekian tahun sedangkan sang koruptur hanya hitungan bulan. Sehingga dalam pikiran masyarakat tertanam hal yang pola piker yang baru yaitu lebih baik korup daripada mencuri ayam. Dengan memperhatikan permasalahan tersebut dapat terlihat bahwa hokum di negari ini berjalan dengan pincang. Sekali lagi yang menjadi bulan-bulanan dalam hal ini adalah UU serta kebijakan pemerintah. Seharusnya hokum dan keadilan itu sesuai dengan alakadar dan takarannya dengan begitu kedaulatan akan tercapai.
Akhir-akhir ini juga marak yang namanya perselisihan antar agama bahkan sampai berujung dengan vonis bahwa agama yang baru itu tidak dibenarkan, sedangkan dalam konstitusi dikatakan bahwa semua rakyat berhak menetukan agamanya masing-masing. Namun pada kenyataanya pemerintah masih setengah-setengah dalam menyikapi hal tersebut, hal itu dapat dilihat dari belum tegasnya aturan yang mengatur tentang adanya agama baru.
Selain itu permaslahn HAM juga semakin marak terjadi entah yang aman yang salah masih belum jelas, yang pasti semuanya terjadi karena lemahnya konstitusi yang ada di Negara ini.

0 komentar:

Posting Komentar